Ketika Saya Mulai Hidup Minimalis (Part I)



Menyikapi artikel sebelumnya, Hidup Bahagia dengan Beberapa Benda, saya telah berjanji pada diri sendiri untuk menerapkan prinsip minimalis. Langkah pertama yang saya ambil, sudah pasti: Good Bye, Things!

Tujuan tulisan ini adalah sebagai self-award setelah mengumpulkan keberanian melepaskan barang-barang yang tidak terlalu penting. Saya juga berharap teman-teman bisa berdiskusi secara terbuka mengenai barang apa yang kalian lepaskan belakangan ini beserta alasannya.

Barang-barang yang saya 'lepaskan' terdiri dari:

1. Sebuah laptop jadul




Laptop ini dulunya dipakai Hendri belajar ngeblog sebelum menikah, kemudian setelah menikah dia lebih nyaman mengetik di keyboard PC ketimbang keyboard bawaan laptop. Lalu laptop ini diwariskan ke adik saya, Eva yang pada saat itu mulai kuliah, untuk mengerjakan tugas-tugas kampus. Setahun kemudian kebeli laptop baru.

Sebagai ibu rumah tangga yang gak punya pembantu, saya mengurus rumah dan anak sendirian, posisi saya tidak full-time duduk di meja. Paling cuma 3 jam per hari, bisa dilakukan malam setelah anak tidur. Jadi saya memutuskan untuk menjual laptop jadul itu dan memakai 1 komputer secara bergantian dengan Hendri.

2. Komputer




Saat ini saya memiliki 3 set komputer, dan hanya 1 set yang benar-benar dipakai. Yang 2 set lagi tidak bisa dipakai karena (perkiraan) rusak di motherboard. Cukup sulit menjual komputer yang rusak di bagian vital CPU, dan masih ada data-data penting di dalam harddisk. Jadi sementara saya belum mengurus data-data penting itu, saya simpan dulu saja di kamar belakang alias 'gudang' sampai ketemu momen yang pas untuk dikeluarkan.

3. Meja-meja komputer




Ada komputer, ada juga mejanya kan? Awalnya saya memiliki 4 unit meja komputer dari bahan partikel board, saya putuskan untuk memakai meja yang paling besar agar bisa menampung monitor dan printer sekaligus. Padahal printer-nya juga udah jarang dipakai, tapi sengaja saya simpan karena profesi penulis akan sangat butuh printer di masa mendatang hehehe. Saya sudah memberikan 1 unit meja kepada adiknya Hendri, Fikri yang saat ini mulai kuliah, 1 unit udah terjual, sisa 1 unit meja lagi.

4. Kursi-kursi plastik




Dipikir-dipikir tidak estetika banget ya ruang kerja macam apa kursi-kursinya dari plastik semua?! Dulu saya beli kursi plastik karena menyesuaikan dengan budget ketika masih lajang, segitu juga udah maksain beli fasilitas. Dan yang saya syukuri, kursi-kursi ini masih bagus. Semoga segera terjual seperti halnya laptop dan meja.

5. Kursi putar



Kursi saya gak semuanya dari plastik, lol! Ada sih yang empuk dan bisa muter-muter kayak direktur hahaha tapi bagian kakinya ada yang patah gara-gara diduduki (dan dimainkan) oleh karyawan yang bobotnya dua kali lipat orang dewasa. Jangan tersinggung ya, Novi-san! Kadang saya heran sepintas kok ruang kerja udah kayak arena bermain Taman Kanak-Kanak hahaha. Karena kursi tersebut sudah tidak layak jual, saya berikan ke Fikri juga. Untungnya ayah mertua yang ngeproduksi lemari kayu, bisa mengakali kaki kursi tersebut supaya stabil saat diduduki. Lega saya, barang tersebut jadi bermanfaat.

6. Lemari dapur alumunium


Harusnya saya beresin dulu ruang tamu, baru ke ruangan lain. Tapi setelah menjual beberapa barang, saya jadi ketagihan ngejual barang lagi. Dulu saya membeli lemari dapur ini tanpa pertimbangan panjang, main asal beli aja. Sekarang saya sudah tidak menginginkannya lagi karena untuk lemari sebesar itu saya merasa tidak leluasa bergerak di dapur.

Saya ingin beralih ke meja dapur yang lebih menghemat ruang agar kegiatan di dapur terasa menyenangkan. Masak sendiri terbukti bisa memangkas pengeluaran, 200 ribu cukup buat seminggu, malah masih ada sisa. Dulu sewaktu beli makan dari luar, iya sih praktis tapi pengeluaran gak terkendali. Apalagi dulu ada masa-masanya saya pesen catering buat kasih makan karyawan, waduh boros banget tuh, tapi berkat si Novi juga sih jadi lebih rajin masak, lol.

7. Blender

Bukan sponsor, ya. Cuma curhat aja. Jadi gini, dulu sewaktu saya mau beli blender, merk Philips ada dimana-mana jadi saya pikir paling awet. Memang awet sih, sampai sekarang masih bagus, karena jarang dipakai, hahaha.. Blender tersebut saya berikan ke mama saya, karena mama ngejalanin warung tempat makan anak-anak kost jadi sah-sah aja punya 2 blender. Di samping itu saya pernah pinjam uang ke Eva, karena kita saudara jadi ya udah dia bilang dengan blender itu anggap impas.

8. Dispenser


Saya memakai dispenser dari mertua, tapi karena kesini-kesini sering bocor, saya kembaliin aja. Untuk kebutuhan air panas, nyeduh kopi misalnya, saya beralih ke teko listrik dan galonnya pakai alat pompa. Habisnya gimana, saya dan Hendri sama-sama gak mau angkat galon. Jadi daripada beli dispenser lagi, ya udah beli alat pompa aja, lebih hemat murah juga.

9. Baju-baju


Nah ini, rasanya udah gatel pengen ngeluarin baju-baju yang tidak terpakai. Saya mengeluarkan baju-baju yang masih bagus satu per satu sambil mengingat kenangan demi kenangan. Setiap baju memiliki momen sendiri. Ada gamis ungu-megenta yang saya beli untuk menghadiri pernikahan Rima, sahabat saya sedari SMP. Ada gamis peach-orange yang mengingatkan saya pada pernikahan Nina, sepupunya Hendri. Dan terakhir ada gamis pink Sophie Paris yang saya pakai di pernikahan Risman, sepupu saya. POKOKNYA SEMUA ITU SUDAH BERLALU.

Kegiatan saya sehari-hari adalah di rumah, dengan kaos, celana ringan, atau stelan piyama. Saya akhirnya memberikan itu semua kepada putri pemilik kontrakan. Lega sekali melihat dia mencoba gamis-gamis itu dengan wajah kegirangan. Makanya agama kita mengajarkan untuk saling memberi, karena sekecil apa pun barang yang kita beri, akan menjadi manfaat bagi penerima.

Setelah satu bulan hidup minimalis, saya merasa rumah lebih luas dan tidak mudah stress. Kenapa ya, tidak saya lakukan dari dulu? Terkadang saya bertanya-tanya, menjadi pengusaha dan mempekerjakan orang itu apakah keinginan saya sesungguhnya, atau keinginan orang-orang tua yang dipaksakan ke saya? Dulu saya sangat naif, ketika tidak tahu apa yang saya inginkan, saya hanya menuruti nasehat-nasehat. Tapi tidak ada salahnya melepaskan itu semua. Karena sekarang saya sudah tahu apa yang saya inginkan. 

Posting Komentar

25 Komentar

  1. Untuk komputer baikmya harddisknya dicabut aja mba. Kali aja ada data penting atau privat

    BalasHapus
    Balasan
    1. Boleh juga bang sarannya. Rencana mau saya pindahin harddisk nya ke CPU yang masih bisa nyala, tapi belum sempet :)

      Hapus
    2. iya mba, karena meski kita hapus datanya sekalipun tetap bisa direcovery oleh org2 yang iseng

      Hapus
    3. Waduh bisa gawat dong, apalagi banyak foto seksi, haha

      Hapus
  2. Kadang memang orang tua ingin kita beli barang yang sebenarnya tidak terlalu penting, jadinya kadang barang yang fungsinya sama menumpuk. Rumah jadinya agak sempit.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yang paling saya sesali beli kulkas dan penanak nasi ukuran standar yang bisa memberi makan 4 orang, saya beli karena menuruti nasehat orang tua. Padahal cuma tinggal berdua sama suami. Mau dijual sayang, dipertahankan jadi beban karena bikin dapur sempit. Pengennya sih kulkas dan penanak nasi ukuran mini.

      Hapus
  3. Barang-barang yang tidak diperlukan lagi emang udah saatnya di alih pemilik atau recycle. Saya juga menerapkan gaya hidup minimalis, karena emang pas-pasan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Motivasi saya juga karena pas-pasan sih, hahaha
      Tapi dengan hidup minimalis kita akan sadar bahwa uang tidak perlu dicari banyak-banyak, asalkan cukup

      Hapus
  4. Aku dari dulu suka hidup minimalis, sih. Sampai kini masih berusaha begitu

    BalasHapus
  5. total dari itu semua brp mba? :D

    BalasHapus
  6. Sejak pertengahan bulan tahun kemarin saya mulai menerapkan hidup minimalis. Rasanya bener-bener bebas. Karna keterikatan terhadap barang udah ga terlalu banyak lagi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak, saya juga merasa sejak menjual barang satu per satu, beban saya semakin berkurang. Kalau sudah terjual semua, uangnya mau dipakai pindahan ke tempat dimana sinar matahari bisa menerangi ruangan.

      Hapus
  7. Itu komputer maupu laptopnya saya sangat minat bangat
    Wah coba kalau dikasih ke saya dengan senang hati saya menerimanya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Laptop udah kejual mas, kalo komputer rencana mau dijual 1 juta per set

      Hapus
  8. Waahhh, ini mah inspiratif banget, saya juga punya banyak barang yang kayaknya sih udah rusak hahaha.
    Hape, tablet, yang pengennya dijual tapi pak suami masih sayang, ckckckc.
    Menuhin rumah aja.

    Terus baju, kebanyakan celana kain, pengen saya kasih orang, tapi sayang juga.
    Saya kurang suka pakai celana kain, tapi berguna juga kalau pas tampil casual.

    Hadehhh, aslinya masih sayang sih, padahal nggak kepakai lagi hahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Awalnya berat banget ngumpulin keberanian buat ngelepas barang-barang.
      Terutama yang membingungkan itu harus mulai dari yang mana? Karena sudah terlanjur banyak! Hahaha
      Tapi setelah satu per satu terjual, legaaaa banget. Uangnya bisa dipakai untuk keperluan lain yang lebih berguna, bahkan bisa ditabung.

      Hapus
  9. Aaa aku juga pengen cobain hidup minimalis nih, tp rasanya berat bgt buat merelakan barang2 meski nggak selalu kepakai. Ah dasar ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau masih suka dipakai pertahankan aja. Barang-barang yang sekiranya tidak dipakai dalam jarak 6 bulan ke depan, lebih baik dialih pemilik atau recycle seperti kata mbak Evi Erlinda.

      Hapus
  10. Saya malah mau bikin kantor kecil di rumah, ya minimal ada printer dan meja kerja gitu, biar fokus ngeblog. BTW, harddisk dikeluarin aja dari komputer, takut tambah rusak, apalagi masih ada datanya.

    Sedikit perabot, bisa bikin rumah tambah luas ya...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya ada printer dan meja kerja, mau nampung gak? Masalahnya takut berat di ongkir kalau dikirim ke luar kota.

      Hapus
  11. Sejauh ini masih belom bisa sih mbak, melepas barang- barang yang pernah saya gunakan. meskipun itu sudah jarang sekali tersentuh.

    padahal kalo dijual kan lumayan juga ya hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalo saya yang bikin malas milah-milah barang itu ya karena nyita waktu, bisa seharian lho beres-beres gini. Tapi lumayan hasilnya setelah dikumpulin bisa dijadikan simpanan untuk bertahan hidup di musim virus gini.

      Hapus

Halo, saya Elsa! Terimakasih sudah berkunjung ke blog saya.
Saya akan senang jika kamu mau berbagi pendapat di kolom komentar.
Setiap komentar yang masuk akan saya usahakan balas secepatnya!