Jatuh Cinta Karena Uang, Apakah Tergolong Hubungan Toksik?

sumber gambar: canva.com

Ada banyak hal yang membuat kita menyukai seseorang, namun bagaimana jika kita jatuh cinta karena uang? Apakah itu bisa dikatakan wajar, atau justru sifat materialis yang mengarah pada hubungan toksik? 

Di zaman dulu, wanita tidak bisa mendapat gelar atau jabatan tinggi. Sehingga wanita cenderung mendambakan pria mapan agar bisa membiayai dirinya beserta anak-anaknya. Tapi itu kan dulu! Zaman sekarang, wanita memiliki kesempatan yang sama baik dalam hal pendidikan atau pun karir. 

Sayangnya, masih banyak orang belum paham bahwa membina relationship itu perlu pengorbanan dari kedua belah pihak. Tak hanya soal menikah, berbagai jenis relationship mulai dari hubungan percintaan, keluarga, pertemanan, dan rekan kerja itu semuanya harus dibina. 

Membina hubungan itu perlu modal

Menurut akun instagram pengembangan diri khusus wanita @lovableladies, setiap hubungan itu membutuhkan investasi dari kedua belah pihak. Investasi dalam hubungan bisa berupa waktu, tenaga, dan materi.

  • Waktu. Tahu kapan kita harus menghubungi dia, menentukan seberapa lama kita harus berjuang mendekatinya, dan menjadwalkan pertemuan untuk ngobrol intens. 
  • Tenaga. Mau memberikan perhatian kecil seperti membuatkan dia makan, menjemput dia dari kantor, atau jalan-jalan bareng. 
  • Materi. Sudah pasti lah, kita harus punya smartphone dan kuota internet agar komunikasi berjalan lancar. Wanita juga harus berpakaian dan berdandan setiap kali jalan bareng. Tidak setiap momen kencan dibayari oleh pria, adakalanya wanita juga perlu membayar. 

Kalau pria dan wanita sama-sama berkorban secara materi dalam relationship, lantas kenapa bisa ada istilah "jatuh cinta karena uang"? 

Ketika Salah Satu Pihak Lebih Banyak Berkorban

Jatuh cinta karena uang bisa menjadi pertanda salah satu pihak lebih banyak memberi/berkorban, sedangkan pihak yang lain hanya menerima atau berkorban lebih sedikit. Semisal, jika setiap kali makan di luar, pria menjadi pihak yang selalu bayar, maka itu akan menjadi tidak seimbang. 

Ketika salah satu pihak aktif berkorban dan pihak yang lain cenderung pasif, hubungan berpotensi menjadi toksik karena tidak seimbang. Pihak yang aktif berkorban akan menaruh ekspektasi tinggi tanpa menyampaikan keinginannya dengan jelas. Sedangkan pihak lain yang cenderung pasif akan menyakiti pasangannya, meski tidak disadari.

Idealnya, biaya pengeluaran saat kencan ditanggung secara bergantian. Apabila pria keberatan dibayari, maka wanita bisa mengimbangi pengorbanan pasangannya dengan memberi hadiah atau membuatkan makanan. 

Perlu Dibicarakan di Awal Hubungan

Apabila hubungan tersebut sudah masuk ke dalam pernikahan dan keduanya menyepakati bahwa pria menjadi pihak yang membayar, maka sah-sah saja. Karena istri mengerjakan kewajiban-kewajiban lain untuk mengimbangi pengorbanan suami, mulai dari mengurus rumah hingga merawat anak. 

Sedangkan dalam pertemanan dan relasi, masalah siapa yang membayar sering kali jarang dibahas. Padahal penting, lho! 

Hal-hal seperti itu perlu dibicarakan sedari awal hubungan. Disinilah keahlian berkomunikasi memegang peranan penting dalam membangun hubungan sehat.

Berpenghasilan tinggi dan memiliki rumah adalah contoh dari kriteria individu berkualitas. Jatuh cinta karena uang bisa menjadi bahan pertimbangan, apakah seseorang telah cukup layak untuk memulai hubungan baru. Akan tetapi, ini berlaku bagi kedua belah pihak. Baik pria dan wanita, keduanya harus sama-sama berkualitas. 

Kesimpulannya..

Punya banyak uang bisa menjadi daya tarik, namun tidak menjamin hubungan akan langgeng. Jika kedua belah pihak tidak sama-sama berkorban, maka hubungan tersebut akan menjadi toksik. Membangun hubungan yang sehat adalah langkah awal untuk mencegah terbentuknya lingkaran toksik baru.

Posting Komentar

21 Komentar

  1. Pertanyaan di posting ini cukup menggoda "iman".
    Bagaimana jika pertanyaan itu disandingkan dengan pepatah : "Ada uang abang disayang. Tak ada uang abang ditendang"

    Hhmm @$%&#.... sebaiknya saya biarkan pembaca yang membahasnya ;)

    BalasHapus
  2. Berhubung saya juga kerja, saya pun bisa relate. Meski sudah dapat jatah uang bulanan dari suami, bukan berarti saya tidak akan mengocek uang saya sendiri untuk kebutuhan rumah tangga. Tidak ada yang lebih dominan, karena sama-sama berkontribusi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Halo Khairunnisa, saya suka dengan kalimat Anda yang di bagian akhir.

      Hapus
    2. Betul mbak Khairunnisa. Di zaman sekarang wanita tetap harus berdaya sekalipun sudah menikah, karena membina rumah tangga dibutuhkan kerjasama dari kedua belah pihak. Termasuk dalam hal mengelola keuangan.

      Hapus
    3. Setuju dengan pendapat Ibu Dewi Elsawati bahwa wanita harus berdaya.
      Namun tantangan terbesar adalah menghapus stigma didalam masyarakat tradisional yang menganggap setinggi-tingginya wanita mengejar pendidikan, akhirnya kembali dapur juga.
      Jadi menurut saya, salah satu faktor yang bisa memberdayakan seorang wanita adalah melalui pendidikan, baik di sekolah maupun dari orang tua yang punya wawasan.

      Hapus
    4. Betul, di zaman sekarang wanita memiliki kesempatan yang sama dengan pria untuk menempuh pendidikan tinggi dan mendapatkan gelar bergengsi.
      Kalau saya menganggap kegiatan memasak itu sebagai skill survival yang harus dimiliki setiap orang, jadi pria dan wanita harus bisa memasak menu sederhana, minimal untuk diri sendiri.

      Hapus
  3. Toxic sih itu :). Pas masih pacaran dulu aku dan suami selalu gantian kalo membayar apapun. Misalnya Minggu ini dia, Minggu depan aku :). Pas traveling barengpun, kami patungan. Ga ada semuanya tanggung jawab dia. Krn ngerti lah, Mash pacaran juga, ya hrs tau diri :).

    Nah pas udh nikah, baru deh kebanyakan dia :D. Tapi memang dia ngelarang aku kontribusi, selama gaji dia msh mencukupi. JD aku baru kluarin uang, kalo untuk traveling biasanya :D . Dia fokus di pengeluaran rumah dan investasi ajalah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Keren ya mbak Fanny, karena sedari awal hubungan sudah terbiasa membagi pengeluaran dengan pasangan, jadi kebiasaan itu berlanjut setelah menikah. Relationship's goal nih :)

      Hapus
  4. Menarik. Saya jadi tau bagaimana sudut pandang pria mengenai pentingnya uang dalam percintaan :)

    BalasHapus
  5. Uang perlu dan penting dalam sebuah hubungan terutama dalam rumah tangga, karena kalo tidak ada duit lalu makannya pakai apa dong, apalagi jaman sekarang hampir semuanya harus memakai uang.

    Walaupun begitu memang banyak uang tidak menjamin hubungan akan langgeng, contohnya saja Bill Gates yang cerai dengan istrinya, padahal kurang apa dia.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul mas, jadi dalam setiap hubungan harus ada diskusi soal keuangan. Kalau malas berdiskusi dengan pasangan, sama aja kayak menimbun bom waktu.

      Hapus
  6. Jatuh cinta karena uang adalah terbaique *dasar matre, hahahaha.
    Mungkin tiap orang bakalan beda-beda menilainya, kalau dulu saya jatuh cinta sama orang yang baik sama saya, sekarang saya jatuh cinta ama orang yang punya uang, soalnya cari duit buat biayain anak 2 seorang diri itu beradddd hahaha.

    Jadi, uang itu penting menurut saya, bukan untuk biayain saya, tapi untuk menempatkan saya sebagai wanita atau istri, di mana bukan kewajiban seorang istri nanggung nafkah anak-anak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya tertarik dengan 2 poin yang disebut Ibu Reyne di paragrap kedua.
      Poin 1 : untuk menempatkan Anda sebagai wanita atau istri ???

      Poin 2 : bukan kewajiban istri? sama sekali???
      Bagaimana jika suami kena PHK? Gak mau ikut berjuang sama sekali???

      Hhmm... @#&^%$(

      Hapus
    2. Mbak Rey, yang terbaik itu cowok baik hati sekaligus punya uang. Kenapa cuma ambil salah satu poin, kalau bisa dapet keduanya? Hahaha

      Hapus
  7. Setuju pisan ih aku teh sama opini di postingan ini. Soalnya aku juga ngalamin ya. Waktu awal 20an mah cintaaa aja yang penting. Menuju akhir 20an mah uang juga ternyata jadi faktor penting.

    Mengenai poin yang "Harus dibicarakan dari awal", pengennya sih gitu ya. Pernah pengen kayak gitu. Kayak membicarakan tujuan hubungan pertahunnya mau ngapain, harus gini-gitu. Tapi ternyata kalau orangnya belum tepat ya emg gak bisa ya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya ih aku juga pernah bucin sampe semuanya aku yang bayarin, hiks..
      Orang yang enak diajak diskusi sedari awal hubungan, ke depannya lebih minim konflik..
      Sayangnya sih gak semua orang enak diajak diskusi, terkadang ada yang cuma pengen enaknya doang.. Darisitulah muncul asal muasal perseteruan Ratu Drama vs Cowo Fakboy hahaha

      Hapus
  8. Jatuh cinta karna uang, menurut saya itu sah-sah aja, karna dalam sebuah hubungan dibutuhkan kenyamanan, dan kenyamanan tiap-tiap orang itu berbeda, bisa jadi sumber kenyamanan itu berasal dr uang. Berdasarkan pengalaman orang terdekat, ia bilang kalau ia merasa tidak nyaman dg pasangan yg tidak punya uang atau bila pasangannya tidak punya uang ia merasa waswas. Lain halnya dengan saya, saya pribadi merasa uang bukan prioritas dlm kenyamanan hubungan saya, karna menurut saya sebanyak-banyaknya uang yg dipunya jika perlakuan pasangan "akhlakless" kepada saya itu percuma.
    Perbandingan uang dan akhlak 50:50 lah ya🤭 secara beli diapers anak kan pake uang juga. Eh btw, postingan ini kalau dibaca feminis akut bakal dinyinyirin nih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Uang memang bukan segalanya, tapi uang bisa membuat cinta jadi lebih indah..
      Gpp kak dinyinyirin, namanya juga bertukar pendapat, bisa bertolak belakang bisa juga satu frekuensi.

      Hapus
    2. Feminis yang benar tidak akan menjudge pilihan wanita lain yang memiliki pilihan berbeda.

      Hapus
  9. Jatuh cinta karena uang, apakah tergolong toksit? Pertanyaan ini dilema juga..
    Kalau mata sudah memandang harta "uang", lalu jatuh cinta, aku bilang iya 99% toksit. Lain lagi, saat jatuh cinta kemudian mengetahui, oh si dia terntaya org kaya, punya banyak hepeng (uang), aku pikir beda iya. Meskipun nantinya sama2 akhirnya menuju ke situ. Karena org hidup kan butuh uang utk makan dll. Gak mo makan cinta ja... betul tidak nih??😊

    So, liat takarnya.
    Tujuannya apa..
    Eh, kalo cowok, cewek pada berpikir begini pas mao pacaran, mungkin takkan terjadi huru hara di dunia persilatan yaaa...
    Hehe...

    Nunun pisan sharingnya mba Dewi...

    BalasHapus

Halo, saya Elsa! Terimakasih sudah berkunjung ke blog saya.
Saya akan senang jika kamu mau berbagi pendapat di kolom komentar.
Setiap komentar yang masuk akan saya usahakan balas secepatnya!